Bantengan berasal dari kata “banteng”, hewan yang jadi simbol keberanian, kekuatan, dan keteguhan. Kesenian ini awalnya berkembang di desa-desa Malang, terutama yang masih kental dengan budaya agraris. Dulu, Bantengan dipentaskan sebagai bagian dari ritual adat, untuk meminta keselamatan, hasil panen yang melimpah, atau perlindungan dari bencana.
Bantengan juga punya makna filosofi yang dalam, lho. Banteng dianggap sebagai simbol jiwa pemberani yang siap menghadapi segala rintangan, yang merepresentasikan semangat masyarakat Malang yang gigih dan nggak mudah menyerah.
Dalam pertunjukannya, para pemain mengenakan kostum kepala banteng lengkap dengan tubuh yang dibalut kain hitam. Gerakan tariannya juga dinamis, meniru gerakan banteng liar yang berlari, melompat, hingga menyeruduk. Biasanya, pertunjukan ini diiringi gamelan tradisional atau alat musik seperti kendang, gong, dan kenong.

Tapi yang bikin Bantengan unik adalah unsur mistisnya. Sering banget, pemain bisa kesurupan selama pertunjukan, sehingga gerakannya jadi lebih liar dan spontan. Masyarakat sekitar percaya kalau itu adalah roh banteng yang merasuki tubuh pemain.
Sebelum pertunjukan, biasanya ada ritual sesaji untuk minta izin pada leluhur dan “penunggu” gaib. Sesaji ini berupa bunga, dupa, dan makanan tradisional. Banyak yang percaya kalau roh leluhur dan makhluk gaib juga hadir untuk memberikan perlindungan atau berkah.

Namun, sekarang ada beberapa kelompok Bantengan yang mulai mengganti alat musik tradisional dengan musik modern atau bahkan rekaman audio. Beberapa pertunjukan Bantengan yang diadakan di festival modern, misalnya, menggunakan musik digital untuk kesan yang lebih futuristik. Sayangnya, perubahan ini kadang-kadang mengurangi esensi mistis dan nuansa khas Bantengan. Musik tradisional yang biasanya bisa bikin suasana magis, perlahan digantikan musik modern yang lebih terkesan komersial.
Selain itu, ada satu perubahan unik yang terjadi, yaitu semakin banyak perempuan yang terlibat dalam melestarikan Bantengan. Dulu, seni ini identik dengan laki-laki karena butuh kekuatan fisik dan energi besar untuk menirukan gerakan banteng liar. Tapi seiring waktu, perempuan juga mulai ikut berperan aktif dalam menjaga dan mengembangkan seni Bantengan di Malang.
Sebagai seni tradisional yang kaya makna, Bantengan jadi cerminan semangat dan keberanian masyarakat Malang. Meski begitu, di tengah modernisasi dan perubahan sosial, seni ini harus menghadapi tantangan besar untuk tetap bertahan dalam bentuk aslinya. Pergeseran musik, modifikasi gerakan, hingga perubahan peran gender membawa warna baru, tapi juga perlu hati-hati agar filosofi dan nilai spiritual dalam Bantengan tetap terjaga.

Cewek generasi Z yang tidak bisa jauh dari gadget. Meskipun introvert, saya suka mengeksplorasi tempat-tempat baru. Saya juga tertarik dengan tren yang sedang berkembang
Discussion about this post