Malang Today

  • Beauty
  • Fashion
  • Music
  • Malang

ALL CATEGORY

Auto Update Date
Jam Digital
-- : --
29°C
Dirty Vote 2 o3 / Bukan Sekedar Mbps: 7 Kriteria ISP Terbaik untuk Hotel dan Resort Indonesia / MLI Hadirkan Special Show Pertama Firza Valaza: “AREK NDABLEG BERKELUARGA” Tour Malang & Surabaya / Xiaomi POP Run 2025 Kembali ke Indonesia! Rayakan Teknologi dan Gaya Hidup Sehat / Xiaomi Resmi Luncurkan Mesin Cuci 2-in-1 Mijia Front Load Washer Dryer 10,5kg di Indonesia /
  • Beauty
  • Fashion
  • Music
  • Malang
:
29°C
Dirty Vote 2 o3 / Bukan Sekedar Mbps: 7 Kriteria ISP Terbaik untuk Hotel dan Resort Indonesia / MLI Hadirkan Special Show Pertama Firza Valaza: “AREK NDABLEG BERKELUARGA” Tour Malang & Surabaya / Xiaomi POP Run 2025 Kembali ke Indonesia! Rayakan Teknologi dan Gaya Hidup Sehat / Xiaomi Resmi Luncurkan Mesin Cuci 2-in-1 Mijia Front Load Washer Dryer 10,5kg di Indonesia /

Serial The Playlist “Tidak akan ada bisa memuaskan setiap orang setiap waktu”

Malang Today by Malang Today
November 15, 2022

Dua dekade lalu, Winamp dan data-data lagu gratis (yang tentunya ilegal) menjadi andalan orang untuk memutar lagu disamping pemutar rilisan fisik. Dengan mudahnya perpindahan data di internet saat itu, orang-orang belum kepikiran bahwa yang akan merajai pasar musik di era selanjutnya adalah layanan streaming digital, hingga Spotify datang.

Dengan sekelumit permasalahannya, Spotify disebut-sebut sebagai penyelamat industri musik atau setidaknya memberi kembali sedikit nilai (finansial) kepada karya musik yang nilainya hampir punah. Serial The Playlist mencoba menceritakan perjalanan Spotify hingga berada di posisi tersebut dari berbagai sisi.

The Playlist merupakan serial enam episode hasil besutan sutradara Swedia, Per-Olav Sørensen, yang dirilis Oktober lalu. Inspirasinya diambil dari buku Spotify Untold, buku nonfiksi yang merangkum lebih dari 70 wawancara terhadap mantan eksekutif Spotify, investor, para pemimpin label rekaman, para pesaing dan sumber-sumber terkait. Sørensen mencoba menyampaikan cerita-cerita di dalamnya melalui sebuah rangkaian sinema yang difiksikan.

Serial ini diceritakan dengan cara yang cukup menarik. Setiap episodenya seperti cerita pendek yang terlihat terpisah, seperti kumpulan film pendek dalam omnibus, namun membangun cerita yang lebih luas jika digabungkan. Gaya berceritanya mirip dengan gaya menulis Irvine Welsh dalam novel Trainspotting dan Porno.

Dengan gaya bercerita yang demikian, penonton bisa merasakan sisi dari setiap karakter yang menjadi pemeran utama tiap episode. Setiap karakter pun bisa terasa lebih protagonis di suatu episode dan antagonis di episode yang lain.

“You can fool some people sometimes, but you can’t fool all the people all the time“

Kutipan lirik “Get Up, Stand Up” dari Bob Marley tersebut akan terasa relevan dengan keseluruhan cerita The Playlist jika kata “fool” digantikan dengan “please“. Penonton bisa merasakan perjuangan Petra Hansson (Gizem Erdogan) dari sisi hukum untuk mendapat akses label rekaman besar sebagai prestasi yang cukup menguras akal dan tenaga. Namun, bagi Andreas Ehn (Joel Lützow), sang pemrogram, keberhasilan itu melecehkan keindahan hasil karyanya karena ia menginginkan Spotify bisa diakses setiap orang secara gratis.

Selain itu, sebenci-bencinya penonton terhadap label besar yang serakah, keadaan Per Sundin (Ulf Stenberg) yang harus memecat satu-satu pegawainya tetap bikin kasihan. Perkembangan karakter Daniel Ek (Edvin Endre), dari seseorang yang mencoba mencari solusi dari pertikaian pembajakan yang merakyat dari The Pirate Bay dan Universal Music yang tamak namun lebih menghargai musisi, hingga terjebak versi tamaknya sendiri pun dapat dirasakan dengan halus. Setiap orang memiliki keperluan, tantangan, dan idealismenya masing-masing. Sebagian bisa kompromi dan yang lain tetap pada jalannya. Keadaan tersebut cukup menunjukkan gambaran dunia dengan skala yang lebih kecil.

Tiga episode awal terlihat seperti biopik-biopik berbau positif biasa menuju keberhasilan, namun tiga episode selanjutnya terasa lebih kelam khususnya di bagian Bobbi T. Ia merupakan satu-satunya karakter fiksi dalam The Playlist yang mendapat episodenya sendiri. Bertitel “The Artist”, episode tersebut menceritakan sisi para musikus yang menuntut karya mereka lebih dihargai oleh Spotify. The Playlist, dalam episode epilog ini, menegaskan bahwa ia merupakan sebuah karya fiksi karena mencoba menggambarkan ketegangan antara para musikus dan yang dianggap mengeksploitasi mereka hingga masa depan, 2025. Biarpun begitu, episode tersebut lumayan menggambarkan ketegangan beberapa musikus terhadap layanan musik digital ini beberapa waktu lalu.

Di sana, kumpulan musikus melakukan aksi bernama Scratch the Record untuk melawan ketidakadilan yang dilanggengkan Spotify. Bobbi memegang peran penting di sana karena unggahan berisi keluh kesahnya di media sosial menjadi viral dan menarik perhatian orang untuk lebih melirik permasalahan Spotify. Ia mengeluhkan bagaiman ia sudah merilis enam album dalam sepuluh tahun terakhir dengan angka stream perbulan untuk beberapa lagu mencapai 200.000 namun tetap kesulitan membayar biaya sewa tempat tinggal.

Hal serupa memang benar terjadi di dunia nyata. Biarpun pandemi tidak dibahas di The Playlist, namun dua tahun tanpa panggung itu terasa serupa dengan keadaan mendesak yang dihadapi Bobbi T. Sebelumnya, kebanyakan pekerja musik menerima Spotify, bukan sebagai sumber penghasilan utama dari angka streaming, namun lebih pada media promosi keberadaan mereka melalui fitur-fitur seperti Discovery yang menaikan kemungkinan mereka diundang di berbagai panggung. Saat pandemi berlangsung, beberapa musikus lebih dalam lagi melirik penghasilan mereka dari layanan streaming macam Spotify.

Jason Ranti, yang sebelumnya tidak memasukkan katalog musiknya ke layanan tersebut karena alasan tidak mau serakah, akhirnya mencoba peruntungannya ke sana. Namun, di luar itu, banyak juga yang sudah menggunakan layanan tersebut malah menyadari bahwa karya mereka tidak dihargai secara serius.

Beberapa dari mereka bahkan melakukan gerakan semacam Scratch the Record. Para musikus dan pekerja musik yang tergabung dalam Union of Musicians and Allied Workers (UMAW) misalnya. Tahun lalu, mereka melakukan gerakan yang disebut Justice at Spotify di beberapa kota dunia, Los Angeles, Toronto, São Paulo, hingga Berlin. Sebagian dari tuntutan mereka, melansir Los Angeles Times, adalah Spotify menaikan bagian untuk musisi sekaligus memberikan transparasi terhadap perhitungan keuntungannya. Selain itu, ketidakadilan sistem algoritma Spotify yang lebih menguntungkan beberapa pihak juga menjadi bahasan.

Ketidakadilan yang terakhir akan lebih cocok dengan musisi independen yang memang mengincar pendengar yang terbatas. Musikus dengan katalog yang masih sedikit atau jumlah stream belum mencapai jutaan mungkin akan merasa pemasukan dari Spotify hanya cukup untuk bayar parkir Alfamart.

Pemeran Bobbi T, Janice Kamya Kavander, bahkan menyesalkan hal serupa. Janice yang memang merupakan musikus asli di dunia nyata merasa bahwa Spotify berpotensi mengurangi esensi bermusik. “Spotify can truly change someone’s life and career, but it’s kind of sad that it’s now a lot about the numbers and what playlist you’re on,” tutur penyanyi soul itu dalam wawancara dengan Vogue Scandinavia.

Seperti dibahas sebelumnya, tidak akan ada bisa memuaskan setiap orang setiap waktu. Spotify pun begitu. Sebenarnya, berapa nilai yang harusnya diberikan kepada sebuah karya musik? Toh, orang juga akan tetap hidup tanpa mendengarkan lagu.

Mungkin dulu label-label besar lah yang terlalu mengglorifikasi nilai musik untuk keuntungan mereka dan The Pirate Bay, 4Shared, serta BeeMP3 adalah penyelamat bagi para pendengar miskin. Yang jelas sekarang Daniel Ek masih jadi orang kaya, dengan net worth lebih dari 20 triliun rupiah, sebagai pengusaha sekaligus teknikus, bukan musikus.

Malang Today

Malang Today, lifestyle news and magazine platform that covers mix of Malang Society and Culture style with fresh and Update.

Related Posts

7 Kriteria ISP Terbaik untuk Hotel dan Resort Indonesia
Malang Raya

Bukan Sekedar Mbps: 7 Kriteria ISP Terbaik untuk Hotel dan Resort Indonesia

Memilih ISP terbaik Indonesia untuk properti hospitality bukan soal harga paket, melainkan konsistensi pengalaman tamu dan ketahanan operasional. Koneksi yang stabil...

by Malang Today
October 18, 2025
AREK NDABLEG BERKELUARGA” Tour Malang & Surabaya
Entertains

MLI Hadirkan Special Show Pertama Firza Valaza: “AREK NDABLEG BERKELUARGA” Tour Malang & Surabaya

Majelis Lucu Indonesia (MLI) dengan bangga mempersembahkan stand-up special show perdana Firza Valaza berjudul “Arek Ndableg Berkeluarga”, yang akan...

by Malang Today
September 3, 2025
Xiaomi Pop Run 2025
Entertains

Xiaomi POP Run 2025 Kembali ke Indonesia! Rayakan Teknologi dan Gaya Hidup Sehat

Xiaomi POP Run 2025 kembali hadir sebagai perayaan akbar yang menyatukan komunitas pengguna Xiaomi di seluruh dunia. Melanjutkan kesuksesan...

by Malang Today
August 22, 2025
Xiaomi Resmi Luncurkan Mesin Cuci 2 in 1
News

Xiaomi Resmi Luncurkan Mesin Cuci 2-in-1 Mijia Front Load Washer Dryer 10,5kg di Indonesia

Gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin aktif dan dinamis menuntut setiap aktivitas sehari-hari menjadi lebih praktis dan efisien, termasuk...

by Malang Today
August 8, 2025

Discussion about this post

CONTACT US

ABOUT US

EDITORIAL

CYBER MEDIA GUIDELINES

DISCLAIMER

CONTACT US

CYBER MEDIA GUIDELINES

ABOUT US

DISCLAIMER

EDITORIAL

1043