Sebuah pemandangan tak biasa terjadi di Hambalang, kediaman pribadi Presiden RI, Prabowo Subianto. Bukan soal acara kenegaraan atau upacara militer, tapi karena beliau duduk selama hampir empat jam ngobrol bareng tujuh jurnalis senior dari berbagai media besar tanpa skrip, tanpa sensor, dan semua on the record.
Langkah ini langsung jadi perbincangan, terutama di kalangan anak muda dan netizen yang biasanya skeptis soal komunikasi pemerintah.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Pada tanggal 6 April 2025, Presiden Prabowo mengundang tujuh pemimpin redaksi dan jurnalis senior ke rumahnya. Mereka adalah,Najwa Shihab (Narasi), Uni Lubis (IDN Times), Alfito Deannova (detikcom), Valerina Daniel (TVRI), Lalu Mara (tvOne), Retno Pinasti (SCTV-Indosiar), dan Sutta Dharmasaputra (Kompas).
Formatnya bebas, mereka bebas nanya apa saja, dan Presiden menjawab langsung. Ini diklaim sebagai bagian dari komitmen transparansi pemerintah, terutama setelah muncul anggapan bahwa Prabowo dan timnya kurang bersahabat dengan pers.
Isu yang dibahas pun cukup berat, mulai dari UU TNI, kebebasan pers, ketahanan pangan, sampai ekonomi dan globalisasi.
Respons Masyarakat
Banyak anak muda dan publik media sosial mengapresiasi langkah ini. Di TikTok dan Twitter/X, banyak yang menganggap ini sebagai angin segar. Tokoh politik seperti Herzaky Mahendra (Demokrat) dan Sarmuji (Golkar) juga bilang bahwa ini menepis tudingan bahwa pemerintah anti-media. Bahkan, beberapa menyebut ini bisa jadi contoh untuk presiden di masa depan.
Tapi, tentu aja, nggak semua orang langsung percaya. Banyak yang mengingat kembali jejak digital Prabowo yang dulu sempat menyebut jurnalis sebagai “antek penghancur NKRI” di tahun 2018. Belum lagi kebiasaannya dulu yang sering menghindari sesi tanya jawab pers setelah acara resmi.
Salah satu artikel dari Tempo dan Bisnis juga menyoroti bagaimana rekam jejak Prabowo bikin publik jadi lebih hati-hati menilai gesture positif ini.
Wawancara ini jelas jadi momen penting dalam sejarah komunikasi kepresidenan. Bayangin aja, tujuh jurnalis kritis bisa nanya bebas ke seorang Presiden, tanpa disensor. Itu hal yang nggak sering terjadi.
Tapi buat public, terutama generasi muda yang melek digital, pertanyaannya bukan cuma “kenapa dilakukan?”, tapi juga “setelah ini apa?”. Apakah keterbukaan ini bakal berlanjut? Apakah kritik dari media bakal tetap diterima? Apakah jurnalis akan tetap aman saat menjalankan tugasnya?

Cewek generasi Z yang tidak bisa jauh dari gadget. Meskipun introvert, saya suka mengeksplorasi tempat-tempat baru. Saya juga tertarik dengan tren yang sedang berkembang
Discussion about this post