Bahasa Walikan, atau sering disebut “Boso Walikan,” adalah bahasa unik yang menjadi ciri khas masyarakat Malang. Keunikan bahasa ini terletak pada pembalikan kata-kata, di mana “Malang” menjadi “Ngalam,” “Arema” menjadi “Arem,” dan seterusnya. Namun, tahukah kamu bahwa bahasa ini lahir dari semangat perjuangan melawan penjajah?
Lahir dari Perlawanan
Asal-usul Bahasa Walikan tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan rakyat Malang. Berawal dari masa revolusi kemerdekaan sekitar tahun 1949, Bahasa Walikan diciptakan oleh para pejuang yang tergabung dalam Gerilya Rakyat Kota (GRK). Saat itu, pasukan Belanda masih menduduki berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Malang. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para pejuang adalah keberadaan mata-mata Belanda yang mampu memahami bahasa Jawa dan dialek Malangan.
Untuk mengatasi masalah ini, seorang pejuang bernama Suyudi Raharno bersama rekan-rekannya menciptakan pola bahasa yang unik: membalik suku kata dalam suatu kata sehingga sulit dimengerti oleh pihak musuh. Dengan sistem ini, informasi strategi bisa tetap disampaikan dengan aman di antara sesama pejuang. Misalnya, kata “Malang” menjadi “Ngalam,” “Arema” menjadi “Arem,” dan sebagainya.
Transformasi Bahasa Gaul
Seiring waktu, setelah perang berakhir dan Indonesia merdeka, Bahasa Walikan tidak lantas punah. Justru, bahasa ini mengalami pergeseran fungsi, dari yang semula sebagai alat komunikasi rahasia menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Malang. Generasi muda mulai menggunakannya dalam percakapan informal, dan lambat laun bahasa ini menjelma menjadi dialek khas yang membedakan Arek Malang dari kota-kota lain di Indonesia.
Pada era 1980-an hingga 1990-an, Bahasa Walikan semakin populer di kalangan anak muda, terutama di lingkungan sekolah dan pergaulan jalanan. Kata-kata khas seperti “sam” (mas), “nawak” (kawan), “ngalam” (Malang), dan “ngangsir” (istirahat) menjadi bagian dari slang yang digunakan sehari-hari. Tak hanya itu, Bahasa Walikan juga masuk ke dalam budaya pop Malang, mulai dari musik, seni mural, hingga atribut Arema yang sering menggunakan kata-kata khas Walikan.
Struktur dan Pola Bahasa Walikan
Meski terdengar sederhana, ada pola unik dalam Bahasa Walikan yang membedakannya dari sekadar membalik urutan huruf. Polanya lebih fleksibel dibandingkan bahasa sandi lainnya, dan sering kali hanya suku kata tertentu yang dibalik, bukan seluruh kata. Misalnya:
- Malang = Ngalam
- Singo Edan = Ongis Nade
- Mas = Sam
- Kawan = Nawak
- Mangan (makan) = Nganam
- Arek (anak) = Kera
Perbedaan dalam cara membalik kata ini membuat Bahasa Walikan lebih natural dan tetap mudah diucapkan.
Pentingnya Melestarikan Bahasa Walikan
Sebagai bagian dari warisan budaya tak benda, Bahasa Walikan perlu dilestarikan agar tidak hilang ditelan zaman. Salah satu cara efektif adalah dengan terus menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan anak muda. Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah dan komunitas budaya juga diperlukan, misalnya dengan mengadakan festival atau lomba berbicara dalam Bahasa Walikan.
Melestarikan Bahasa Walikan berarti juga menjaga sejarah perjuangan yang menjadi akar dari bahasa ini. Dengan memahami asal-usulnya, kita tidak hanya belajar tentang keunikan linguistik, tetapi juga menghargai nilai-nilai kepahlawanan yang ada di baliknya.

Cewek generasi Z yang tidak bisa jauh dari gadget. Meskipun introvert, saya suka mengeksplorasi tempat-tempat baru. Saya juga tertarik dengan tren yang sedang berkembang
Discussion about this post